Selasa, 18 Oktober 2016

SISTEM EKONOMI ISLAM SEBAGAI SOLUSI PEREKONOMIAN YANG ADIL DAN BEBAS DARI KRISIS



SISTEM EKONOMI ISLAM SEBAGAI SOLUSI PEREKONOMIAN YANG ADIL DAN BEBAS DARI KRISIS
Zulkifli Lihawa
(201510510311039)
Ekonomi Syariah B
Program Studi Ekonomi Syariah
Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Malang
Abstrak:
Saat ini, ekonomi Islam sering disebut-sebut oleh banyak kalangan sebagai solusi krisis perekonomian yang tengah melanda dunia saat ini. Karena, Sistem Ekonomi Islam sangat bertolak belakang dengan liberal kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggung jawab kepada warganya serta komunis yang ekstrim, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Oleh karena itu dunia saat ini harus mengubah sistem ekonomi yang berlaku saat ini, yaitu sitem ekonomi kapitalis dan sosialis yang menyebabkan dunia tak bisa lepas dari krisis perekonomian. Untuk itu dalam tulisan ini akan di bahas tentang: Asas-asas politik ekonomi islam,  kontrol dalam ekonomi islam, keampuhan sistem ekonomi islam dalam menjamin perekonomian yang adil dan bebas dari krisis.
Politik ekonomi Islam itu tidak lain adalah solusi bagi masalah-masalah mendasar bagi setiap individu dengan memandangnya sebagai manusia yang hidup sesuai pola interaksi tertentu dan memberikan peluang kepadanya untuk meningkatkan taraf hidupnya dan mewujudkan kemakmuran bagi dirinya di dalam cara hidup yang khas. Dengan demikian, politik ekonomi Islam berbeda dengan politik ekonomi lainnya. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Maka, dengan sistem ekonomi Islam, perekonomian  akan jauh lebih stabil dan tentunya jauh lebih adil.. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa sistem ekonomi Islam adalah solusi dan terapi mujarab krisis ekonomi dunia serta solusi terbaik atas kegagalan ekonomi liberal untuk kesejahteraan yang adil dan merata.
Kata Kunci: Sistem Ekonomi Islam, Perekonomian, Perekonomian yang Adil.
A.      Pendahuluan
Aspek ekonomi dalam kehidupan umat manusia saat ini semakin penting dari hari ke hari, hingga semua negara menganggap kekuatan ekonomi termasuk pilar kekuatan negara dan penentu kemampuannya untuk mempengaruhi berbagai kebijakan internasional. Hal ini nampak jelas pada Amerika serikat dengan sistem ekonomi kapitalis liberalnya, Hegemoni politiknya dihasilkan secara otomatis dari hegemoni ekonomi lainnya, melalui dominasi dari pemilik modal AS dibidang industri, infrastruktur kehidupan yang vital, dan produksi di Negara-negara lemah untuk mengendalikan arah perekonomiannya. Akhir-akhir ini, berbagai persoalan ekonomi tampak mencuat, seperti kris finansial global, globalisasi dalam segala bentuknya (baik globalisasi ekonomi, keuangan, maupun moneter) juga banyak krisis lainnya yang melanda perekonomian.
Krisis demi krisis yang terjadi itu semakin mengukuhkan rapuhnya sistem ekonomi kapitalis liberal. Dalam menganalisa penyebab utama timbulnya krisis ekonomi, banyak para pakar ekonomi berkonklusi bahwa kerapuhan fundamental ekonomi (fundamental economic fragility) adalah merupakan penyebab utama munculnya krisis ekonomi. Hal ini seperti disebutkan oleh Michael Camdessus pada tahun 1997, saat sebagaian besar negara Asia dilanda krisis keuangan, Direktur International Monetary Fund (IMF) dalam kata-kata sambutannya pada Growth-Oriented Adjustment Programmes sebagai berikut: "Ekonomi yang mengalami inflasi yang tidak terkawal, defisit neraca pembayaran yang besar, pembatasan perdagangan yang berkelanjutan, kadar pertukaran mata uang yang tidak seimbang, tingkat bunga yang tidak realistik, beban hutang luar negeri yang membengkak dan pengaliran modal yang berlaku berulang kali, telah menyebabkan kesulitan ekonomi, yang akhirnya akan memerangkapkan ekonomi negara ke dalam krisis ekonomi".
Gejala ketidak seimbangan antara arus moneter dan arus barang / jasa sebagai adanya decopling, yakni fenomena keterputusan antara maraknya arus uang (moneter) dengan arus barang dan jasa. Fenomena ketidak seimbangan itu dipicu oleh maraknya bisnis spekulasi (terutama di dunia pasar modal, pasar valas dan properti), sehingga potret ekonomi dunia seperti balon (Riva’i, 2012:156).
Gambaran sederhana dari fenomena decoupling tersebut, misalnya sebelum krisis keuangan global melanda dunia, dalam satu hari, dana yang gentayangan dalam transaksi maya di pasar modal dan pasar uang dunia, diperkirakan rata-rata beredar sekitar 2-3 triliun dolar AS atau dalam satu tahun sekitar 700 triliun dolar AS. Padahal arus perdagangan barang secara international dalam satu tahunnya hanya berkisar 7 triliun dolar AS. Jadi, arus uang 100 kali lebih cepat dibandingkan dengan arus barang. Dalam ekonomi Islam, jumlah uang yang beredar bukanlah variabel yang dapat ditentukan begitu saja oleh pemerintah sebagai variabel eksogen. Dalam ekonomi Islam, jumlah uang yang beredar ditentukan di dalam perekonomian sebagai variabel endogen, yaitu ditentukan oleh banyaknya permintaan uang di sektor riil atau dengan kata lain, jumlah uang yang beredar sama banyaknya dengan nilai barang dan jasa dalam perekonomian.
Dalam ekonomi Islam, sektor finansial mengikuti pertumbuhan sektor riil, Inilah perbedaan konsep ekonomi Islam dengan ekonomi liberal. Ekonomi liberal memisahkan antara sektor finansial dan sektor riil. Sedangkan ekonomi Islam mengaitkan sektor moneter dan riil secara ketat, sehingga kegiatan ekonomi dan bisnis benar-benar riil, dan tidak ada spekulasi dan transaksi maya lainnya. sistem ekonomi Islam itu telah dirancang Allah SWT untuk para makhluk-Nya. Allah Maha Mengetahui apa yang menjadi problem-problem makhluk-Nya, apa yang memberikan kebaikan kepada mereka, dan apa yang dapat mewujudkan kehidupan yang aman dan selamat.
Firman-Nya :
أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (QS. al-Mulk [67]: 14)
Maka sudah jelas bahwa dengan sistem ekonomi Islam, perekonomian akan jauh lebih stabil dan tentunya jauh lebih adil. Mudharat dan bahaya sistem ekonomi liberal telah terbukti nyata di berbagai belahan dunia. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa sistem ekonomi Islam adalah solusi dan terapi mujarab krisis ekonomi dunia serta solusi terbaik atas kegagalan ekonomi liberal untuk kesejahteraan yang adil dan merata.
Untuk itu dalam tulisan ini akan di muat tentang (1) Asas-asas politik ekonomi islam, (2) Kontrol dalam ekonomi Islam dan (3) Keampuhan sistem ekonomi islam dalam menjamin perekonomian yang adil dan bebas dari krisis.
B.       Pembahasan
1.        Asas-Asas  Politik Ekonomi Islam
Politik ekonomi Islam adalah jaminan terwujudnya pemuasan seluruh kebutuhan pokok bagi setiap individu secara menyeluruh, dan pemberian peluang kepada individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap menurut kemampuannya, dengan memandangnya sebagai individu yang hidup dalam masyarakat tertentu yang memiliki cara hidup yang khas (Riva’i, 2012:489). 
Atas dasar itu, politik ekonomi Islam bukan hanya bertujuan meningkatkan taraf kehidupan di suatu negeri, tanpa memandang jaminan kepada setiap individu untuk memanfaatkan penghidupan tersebut. Politik ekonomi Islam itu juga bukan sekedar bertujuan meraih kemakmuran bagi manusia sedang mereka dibebaskan untuk mendapatkan apa saja selama mereka mampu, tanpa memandang jaminan hak hidup bagi setiap individu dari mereka, siapapun dia. 
Politik ekonomi Islam itu tidak lain adalah solusi bagi masalah-masalah mendasar bagi setiap individu dengan memandangnya sebagai manusia yang hidup sesuai pola interaksi tertentu dan memberikan peluang kepadanya untuk meningkatkan taraf hidupnya dan mewujudkan kemakmuran bagi dirinya di dalam cara hidup yang khas. Dengan demikian, politik ekonomi Islam berbeda dengan politik ekonomi lainnya. Ketika Islam mensyariatkan hukum-hukum perekonomian bagi manusia, Islam telah menjadikan penetapan hukum itu ditujukan untuk individu.
An-Nabhani (1996:10) menyatakan bahwa asas-asas yang membangun ekonomi Islam terdiri dari atas tiga asas, yakni : (1)bagaimana harta diperoleh yakni menyangkut kepemilikan (al-milkiyah), (2)bagaimana pengelolaan kepemilikan harta (tasharruf fil milkiyah), serta (3)bagaimana distribusi kekayaan di tengah masyarakat (tauzi'ul tsarwah bayna an-naas).

1.1 Kepemilikan (Al-Milkiyyah)
Kepemilikan adalah izin As-Syari' (Allah SWT) untuk memanfaatkan zat (benda) tertentu. Oleh karena itu, kepemilikan tersebut hanya ditentukan berdasarkan ketetapan dari As-Syari' (Allah SWT) terhadap zat tersebut, serta sebab-sebab pemilikannya An-Nabhani (1996:15).
Jika demikian, maka pemilikan atas suatu zat tertentu, tentu bukan semata berasal dari zat itu sendiri, ataupun dan karakter dasarnya yang memberikan manfaat atau tidak. Akan tetapi kepemilikan tersebut berasal dari adanya izin yang diberikan Allah SWT untuk memiliki zat tersebut, sehingga melahirkan akibatnya, yaitu adanya pemilikan atas zat tersebut menjadi sah menurut hukum Islam. Minuman keras dan babi, misalnya, dalam pandangan ekonomi kapitalis memang boleh dimiliki, karena zat bendanya memberikan manfaat-manfaat.
Tetapi menurut Islam, minuman keras dan babi tidak boleh dimiliki, karena Allah SWT tidak memberikan izin kepada manusia untuk memilikinya. Makna Kepemilikan Kepemilikan (property), dari segi kepemilikan itu sendiri, pada hakikatnya merupakan milik Allah SWT, dimana Allah SWT adalah Pemilik kepemilikan tersebut sekaligus juga Allahlah sebagai Dzat Yang memiliki kekayaan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :  
Dan berikanlah kepada mereka, harta (milik) Allah yang telah Dia berikan kepada kalian.' (QS. An-Nuur : 33)”
Oleh karena itu, harta kekayaan itu adalah milik Allah semata. Kemudian Allah SWT telah menyerahkan harta kekayaan kepada manusia untuk diatur dan dibagikan kepada mereka. Karena itulah maka sebenarnya manusia telah diberi hak untuk memiliki dan menguasai harta tersebut.
Ayat di atas menunjukkan bahwa hak milik yang telah diserahkan kepada manusia (istikhlaf) tersebut bersifat umum bagi setiap manusia secara keseluruhan. Sehingga manusia memiliki hak milik tersebut bukanlah sebagai kepemilikan bersifat rill. Sebab pada dasarnya manusia hanya diberi wewenang untuk menguasai hak milik tersebut. Oleh karena itu agar manusia benar-benar secara riil memiliki harta kekayaan (hak milik), maka Islam memberikan syarat yaitu harus ada izin dari Allah SWT kepada orang tersebut untuk memiliki harta kekayaan tersebut. Oleh karena itu, harta kekayaan tersebut hanya bisa dimiliki oleh seseorang apabila orang yang bersangkutan mendapat izin dari Allah SWT untuk memilikinya.

1.2 Pengelolaan Kepemilikan (at-tasharruf fi al milkiyah)
Pengelolaan kepemilikan adalah sekumpulan tatacara (kaifiyah) --yang berupa hukum-hukum syara'-- yang wajib dipegang seorang muslim tatkala ia memanfaatkan harta yang dimilikinya (An-Nabhani, 1996:20).
Mengapa seorang muslim wajib menggunakan cara-cara yang dibenarkan Asy Syari' (Allah SWT) dalam mengelola harta miliknya? Sebab, harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. Maka dari itu, ketika Allah telah menyerahkan kepada manusia untuk menguasai harta, artinya adalah hanya melalui izin-Nya saja seorang muslim akan dinilai sah memanfaatkan harta tersebut. Izin Allah itu terwujud dalam bentuk sekumpulan hukum-hukum syara'. Walhasil, setiap muslim yang telah secara sah memiliki harta tertentu maka ia berhak memanfaatkan dan mengembangkan hartanya.
Hanya saja dalam pengelolaan harta yang telah dimilikinya tersebut seorang ia wajib terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum syara' yang berkaitan dengan pengelolaan kepemilikan. Secara garis besar, pengelolaan kepemilikan mencakup dua kegiatan. Pertama, pembelanjaan harta (infaqul mal). Kedua, pengembangan harta (tanmiyatul mal).
a. Pembelanjaan Harta Pembelanjaan harta (infaqul mal) adalah pemberian harta tanpa adanya kompensasi (An-Nabhani, 1996:25).
Dalam pembelanjaan harta milik individu yang ada, Islam memberikan tuntunan bahwa harta tersebut pertama-tama haruslah dimanfaatkan untuk nafkah wajib seperti nafkah keluarga, infak fi sabilillah, membayar zakat, dan lain-lain. Kemudian nafkah sunnah seperti sedekah, hadiah dan lain-lain. Baru kemudian dimanfaatkan untuk hal-hal yang mubah. Dan hendaknya harta tersebut tidak dimanfaatkan untuk sesuatu yang terlarang seperti untuk membeli barang-barang yang haram seperti minuman keras, babi, dan lain-lain.
b. Pengembangan Harta Pengembangan harta (tanmiyatul mal) adalah kegiatan memperbanyak jumlah harta yang telah dimiliki (An-Nabhani, 1996:26).
Seorang muslim yang ingin mengembangkan harta yang telah dimiliki, wajib terikat dengan ketentuan Islam berkaitan dengan pengembangan harta. Secara umum Islam telah memberikan tuntunan pengembangan harta melalui cara-cara yang sah seperti jual-beli, kerja sama syirkah yang Islami dalam bidang pertanian, perindustrian, maupun perdagangan.
Selain Islam juga melarang pengembangan harta yang terlarang seperti dengan jalan aktivitas riba, judi, serta aktivitas terlarang lainnya. Pengelolaan kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan umum (collective property) itu adalah hak negara, karena negara adalah wakil ummat (Alma, 2009:170).
Meskipun menyerahkan kepada negara untuk mengelolanya, namun Allah SWT telah melarang negara untuk mengelola kepemilikan umum (collective property) tersebut dengan jalan menyerahkan penguasaannya kepada orang tertentu. Sementara mengelola dengan selain dengan cara tersebut diperbolehkan, asal tetap berpijak kepada hukum-hukum yang telah dijelaskan oleh syara'. Adapun pengelolaan kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan negara (state property) dan kepemilikan individu (private property), nampak jelas dalam hukum-hukum baitul mal serta hukum-hukum muamalah, seperti jual-beli, gadai (rahn), dan sebagainya. As Syari' juga telah memperbolehkan negara dan individu untuk mengelola masing-masing kepemilikannya, dengan cara tukar menukar (mubadalah) atau diberikan untuk orang tertentu ataupun dengan cara lain, asal tetap berpijak kepada hukum-hukum yang telah dijelaskan oleh syara'. 



1.3 Distribusi Kekayaan di Tengah-tengah Manusia
            Distribusi kekayaan termasuk masalah yang sangat penting, maka Islam memberikan berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal ini. Mekanisme distribusi kekayaan terwujud dalam sekumpulan hukum syara' yang ditetapkan untuk menjamin pemenuhan barang dan jasa bagi setiap individu rakyat (Ahmad, 2000:165).
            Mekanisme ini dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab kepemilikan (misalnya, bekerja) serta akad-akad muamalah yang wajar (misalnya jual-beli dan ijarah). Namun demikian, perbedaan potensi individu dalam masalah kemampuan dan pemenuhan terhadap suatu kebutuhan, bisa menyebabkan perbedaan distribusi kekayaan tersebut di antara mereka. Selain itu perbedaan antara masing-masing individu mungkin saja menyebabkan terjadinya kesalahan dalam distribusi kekayaan. Kemudian kesalahan tersebut akan membawa konsekuensi terdistribusikannya kekayaan kepada segelintir orang saja, sementara yang lain kekurangan, sebagaimana yang terjadi akibat penimbunan alat tukar yang fixed, seperti emas dan perak. Oleh karena itu, syara' melarang perputaran kekayaan hanya di antara orang-orang kaya namun mewajibkan perputaran tersebut terjadi di antara semua orang.
 Allah SWT berfirman :
“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS. Al-Hasyr : 7)
Di samping itu syara' juga telah mengharamkan penimbunan emas dan perak (harta kekayaan) meskipun zakatnya tetap dikeluarkan.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS. At-Taubah : 34)

2.        Kontrol dalam ekonomi Islam
Kadir (2010:35) menyatakan bahwa dalam ekonomi Islam terdapat kontrol yang mengatur segala ketentuan dalam bertransaksi yaitu:
a.)      Kekuasaan al-Hisbah (wilayah al-hisbah). Al-Muhtasib (hakim hisbah) melakukan kontrol terhadap pasar, timbangan, takaran, dan penipuan di pasar dan tempat-tempat umum serta memonitor berbagai pelanggaaran lainnya.
b.)      Kekuasaan peradilan (wilayah al-qadha`). Peradilan menyelesaikan semua perselisihan termasuk perselisihan finansial dan ekonomi yang kadang muncul dalam muamalah keseharian masyarakat (Kadir, 2010:39).
c.)      Berbagai biro (diwan). Yaitu berbagai alat untuk mengontrol dan mengaudit aliran harta di Baitul Mal yang terkait dengan harta zakat, harta negara, dan harta yang termasuk kepemilikan umum. Biro tersebut menangani kontrol terhadap pemungutan dan pembelanjaan agar setiap aliran harta terjadi pada tempatnya secara benar.
d.)     Kekuasaan Mazhalim (wilayah al-mazhalim). Mazhalim menangani pengaduan yang diajukan untuk melawan penguasa jika mereka melakukan kezaliman terhadap rakyat dalam segala kebijakan di segala bidang, termasuk kebijakan finansial dan ekonomi.

3.        Keampuhan sistem ekonomi islam dalam menjamin perekonomian yang adil dan bebas dari krisis.
            Sistem ekonomi Islam adalah sistem yang mampu menjamin kehidupan ekonomi yang adil dan bebas dari krisis, meski kapitalis tidak mengimani islam (Ahmad, 2000: 240).
            Sistem ekonomi Islam telah dirancang Allah SWT, zat maha pemberi rezeki dan sang pencipta umat manusia.. Allah Maha Mengetahui atas apa yang menjadi masalah-masalah makhluk-Nya, apa yang memberikan kebaikan kepada mereka, dan apa yang dapat mewujudkan kehidupan aman dan selamat.
            Firman Allah dalam surat Al-Mulk: 14
 أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?”
Ayat ini seakan-akan memperingatkan orang-orang musyrik yang tidak percaya akan luasnya dan halusnya pengetahuan Allah SWT, bahwa Tuhan Maha Mengetahui segala isi langit dan bumi betapapun halus dan kecilnya, betapapun jauh yang di sembunyikan, serta mengetahui perkataan-perkataan yang kamu rahasiakan.

Dalam ekonomi Islam, dikotomi sektor moneter dan riil tidak dikenal. Sektor moneter dalam definisi ekonomi Islam adalah mekanisme pembiayaan transaksi atau produksi di pasar riil, sehingga jika menggunakan istilah konvensional, maka karakteristik perekonomian Islam adalah perekonomian riil, khususnya perdagangan. Inilah yang dianjurkan Islam,
Allah SWT Berfirman:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” [Al-Baqarah: 275]
Ayat tersebut secara tegas membolehkan jual-beli atau perdagangan dan mengharamkan riba. Jual beli atau perdagangan adalah kegiatan bisnis sektor riel. Kegiatan bisnis sektor keuangan tanpa dikaitkan dengan sektor riil adalah aktivitas ribawi yang dilarang dalam ekonomi Islam.Oleh karena keharusan terkaitnya sektor moneter dan sektor riil, maka perbankan syari’ah mengembangkan sistem bagi hasil, jual beli dan sewa. Dalam bagi hasil, terdapat bisnis sektor riil yang dibiayai dengan pembagian keuntungan yang fluktuatif. Demikian pula dalam jual beli, ada sektor riil yang mendasari kebolehan penambahan (ziyadah) dalam harta.
Dalam ekonomi Islam sistem bagi hasillah (profit and loss sharing) yang kemudian menjadi jantung dari sektor ‘moneter’ Islam, bukan bunga. Karena sesungguhnya, bagi hasil sebenarnya sesuai dengan iklim usaha yang memiliki kefitrahan untung atau rugi. Tidak seperti karakteristik bunga yang memaksa agar hasil usaha selalu positif. Islam tidak mengenal konsep time value of money, Jadi penerapan sistem bagi hasil pada hakikatnya menjaga prinsip keadilan tetap berjalan dalam perekonomian. Karena memang kestabilan ekonomi bersumber dari prinsip keadilan yang dipraktikkan dalam perekonomian. Ekonomi Islam bukan saja menjanjikan kestabilan “moneter” tetapi juga pembangunan sektor riil yang lebih kokoh. Krisis moneter yang telah menjelma menjadi krisis multi dimensi saat ini, tak dapat diobati dengan varibel yang menjadi sumber krisis sebelumnya, yaitu sistem bunga dan utang, artinya tidak bisa dengan mengutak-atik suku bunga tetapi harus oleh variabel yang jauh dari karakteristik itu, yaitu dengan sistem bagi hasil dalam dunia perbankan dan lembaga finansial lainnya.
Ekonomi Islam sangat bertolak belakang dengan liberal kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggung jawab kepada warganya serta komunis yang ekstrim, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Maka, dengan sistem ekonomi Islam, ekonomi dunia dan negara akan jauh lebih stabil dan tentunya jauh lebih adil. Mudharat dan bahaya sistem ekonomi liberal telah terbukti nyata di berbagai belahan dunia. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa sistem ekonomi Islam adalah solusi dan terapi mujarab krisis ekonomi dunia serta solusi terbaik atas kegagalan ekonomi liberal untuk kesejahteraan yang adil dan merata.
C.      Penutup
1.        Kesimpulan
Sistem ekonomi Islam merupakan satu-satunya sistem yang mampu menjamin kehidupan masyarakat untuk menikmati kehidupan yang selamat, tenteram, dan bebas dari segala krisis. Sistem ekonomi islam sesungguhnya merupakan yang mulia bagi seluruh umat manusia, baik muslim maupun non-muslim selama mereka hidup di bawah naungan Allah Swt. Dengan demikian tak ada solusi lain selain dengan menerapkan sistem ekonomi islam untuk mewujudkan perekonomian yang adil dan bebas dari krisis. Tentunya semua itu juga di dasarkan pada bukti-bukti yang  telah ada sebelumnya. Bahwa sistem ekonomi Islamlah yang mampu tahan terhadap berbagai krisis ekonomi  yang sering melanda perekonomian saat ini.
2.        Saran
Sudah seyogyanya kita menjalankan sistem ekonomi  Islam, kegagalan demi kegagalan sistem ekonomi yang dibuat manusia telah terpampang nyata didepan mata. Sistem ekonomi sosia-lis sudah hancur, sistem ekonomi kapitalis tinggal menunggu waktunya, belumkah kita tersadar?  Bahwa sistem ekonomi Islam adalahyang terbaik bagi kita. Untuk mencapai kebahagiaan Dunia an Akhirat. Dengan ekonomi Islam mengatasi masalah tanpa masalah.
D.      Daftar Pustaka
Ahmad, Azhar. 2000. Asas-Asas Hukum Muamalat. Yogyakarta: UII Press.

Alma, Bukhari. 2009. Manajemen Bisnis Syariah. Bandung: ALFABETA, CV.

Al-Quran dan Terjemahnya. 2002. Jakarta: Departemen Agama RI.

An-Nabhani. 1996. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam.
Surabaya: Risalah Gusti.

Kadir, A. 2010. Hukum Bisnis Syariah Dalam Al-Quran. Jakarta: AMZAH.

Muhsin, Abdul. 1985. Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam. Bandung:
PT.Insani Press.

Rivai, Veithzal. 2012. Islamic Business And Economic Ethics. Jakarta: PT.Bumi
Aksara.

     



1 komentar:

  1. 1xbet korean sportsbooks | legalbet.co.kr
    Bet on your worrione favorite sports and casino with 1xbet. Choose from more than 20 popular sports with 1xbet korean a bonus. Get an exclusive 100% bonus! 바카라 사이트

    BalasHapus