SISTEM EKONOMI ISLAM SEBAGAI SOLUSI PEREKONOMIAN YANG ADIL DAN
BEBAS DARI KRISIS
Zulkifli Lihawa
(201510510311039)
Ekonomi Syariah B
Program Studi Ekonomi Syariah
Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Malang
Abstrak:
Saat ini, ekonomi Islam sering disebut-sebut oleh banyak kalangan
sebagai solusi krisis perekonomian yang tengah melanda dunia saat ini. Karena, Sistem
Ekonomi Islam sangat bertolak belakang dengan liberal kapitalis yang lebih
bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggung jawab
kepada warganya serta komunis yang ekstrim, ekonomi Islam menetapkan bentuk
perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Oleh
karena itu dunia saat ini harus mengubah sistem ekonomi yang berlaku saat ini,
yaitu sitem ekonomi kapitalis dan sosialis yang menyebabkan dunia tak bisa
lepas dari krisis perekonomian. Untuk itu dalam tulisan ini akan di bahas tentang:
Asas-asas politik ekonomi islam, kontrol
dalam ekonomi islam, keampuhan sistem ekonomi islam dalam menjamin perekonomian
yang adil dan bebas dari krisis.
Politik ekonomi Islam itu tidak lain adalah solusi bagi masalah-masalah mendasar bagi
setiap individu dengan memandangnya sebagai manusia yang hidup sesuai pola
interaksi tertentu dan memberikan peluang kepadanya untuk meningkatkan taraf
hidupnya dan mewujudkan kemakmuran bagi dirinya di dalam cara hidup yang khas.
Dengan demikian, politik ekonomi Islam berbeda dengan politik ekonomi lainnya. Ekonomi dalam Islam harus mampu
memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil,
kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada setiap pelaku usaha. Maka, dengan sistem ekonomi Islam, perekonomian akan jauh lebih stabil dan tentunya jauh lebih
adil.. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa sistem ekonomi Islam adalah
solusi dan terapi mujarab krisis ekonomi dunia serta solusi terbaik atas
kegagalan ekonomi liberal untuk kesejahteraan yang adil dan merata.
Kata
Kunci: Sistem Ekonomi Islam, Perekonomian, Perekonomian yang Adil.
A.
Pendahuluan
Aspek ekonomi dalam kehidupan umat manusia saat ini semakin
penting dari hari ke hari, hingga semua negara menganggap kekuatan ekonomi termasuk pilar kekuatan negara dan penentu
kemampuannya untuk mempengaruhi berbagai kebijakan internasional. Hal ini
nampak jelas pada Amerika serikat dengan sistem ekonomi kapitalis liberalnya,
Hegemoni politiknya dihasilkan secara otomatis dari hegemoni ekonomi lainnya,
melalui dominasi dari pemilik modal AS dibidang industri, infrastruktur
kehidupan yang vital, dan produksi di Negara-negara lemah untuk mengendalikan
arah perekonomiannya. Akhir-akhir ini, berbagai persoalan ekonomi tampak
mencuat, seperti kris finansial global, globalisasi dalam segala bentuknya
(baik globalisasi ekonomi, keuangan, maupun moneter) juga banyak krisis lainnya
yang melanda perekonomian.
Krisis demi krisis yang terjadi itu semakin mengukuhkan rapuhnya
sistem ekonomi kapitalis liberal. Dalam menganalisa penyebab utama timbulnya
krisis ekonomi, banyak para pakar ekonomi berkonklusi bahwa kerapuhan
fundamental ekonomi (fundamental economic fragility) adalah merupakan penyebab
utama munculnya krisis ekonomi. Hal ini seperti disebutkan oleh Michael
Camdessus pada tahun 1997, saat sebagaian besar negara Asia dilanda krisis
keuangan, Direktur International Monetary Fund (IMF) dalam kata-kata
sambutannya pada Growth-Oriented Adjustment Programmes sebagai berikut:
"Ekonomi yang mengalami inflasi yang tidak terkawal, defisit neraca
pembayaran yang besar, pembatasan perdagangan yang berkelanjutan, kadar
pertukaran mata uang yang tidak seimbang, tingkat bunga yang tidak realistik,
beban hutang luar negeri yang membengkak dan pengaliran modal yang berlaku
berulang kali, telah menyebabkan kesulitan ekonomi, yang akhirnya akan
memerangkapkan ekonomi negara ke dalam krisis ekonomi".
Gejala ketidak seimbangan antara arus moneter dan arus barang /
jasa sebagai adanya decopling, yakni fenomena keterputusan antara maraknya arus
uang (moneter) dengan arus barang dan jasa. Fenomena ketidak seimbangan itu
dipicu oleh maraknya bisnis spekulasi (terutama di dunia pasar modal, pasar
valas dan properti), sehingga potret ekonomi dunia seperti balon (Riva’i,
2012:156).
Gambaran sederhana dari fenomena decoupling tersebut, misalnya
sebelum krisis keuangan global melanda dunia, dalam satu hari, dana yang
gentayangan dalam transaksi maya di pasar modal dan pasar uang dunia,
diperkirakan rata-rata beredar sekitar 2-3 triliun dolar AS atau dalam satu
tahun sekitar 700 triliun dolar AS. Padahal arus perdagangan barang secara
international dalam satu tahunnya hanya berkisar 7 triliun dolar AS. Jadi, arus
uang 100 kali lebih cepat dibandingkan dengan arus barang. Dalam ekonomi Islam,
jumlah uang yang beredar bukanlah variabel yang dapat ditentukan begitu saja
oleh pemerintah sebagai variabel eksogen. Dalam ekonomi Islam, jumlah uang yang
beredar ditentukan di dalam perekonomian sebagai variabel endogen, yaitu
ditentukan oleh banyaknya permintaan uang di sektor riil atau dengan kata lain,
jumlah uang yang beredar sama banyaknya dengan nilai barang dan jasa dalam
perekonomian.
Dalam ekonomi Islam, sektor finansial mengikuti pertumbuhan sektor
riil, Inilah perbedaan konsep ekonomi Islam dengan ekonomi liberal. Ekonomi
liberal memisahkan antara sektor finansial dan sektor riil. Sedangkan ekonomi
Islam mengaitkan sektor moneter dan riil secara ketat, sehingga kegiatan
ekonomi dan bisnis benar-benar riil, dan tidak ada spekulasi dan transaksi maya
lainnya. sistem ekonomi Islam itu telah dirancang Allah SWT
untuk para makhluk-Nya. Allah Maha Mengetahui apa yang menjadi problem-problem
makhluk-Nya, apa yang memberikan kebaikan kepada mereka, dan apa yang dapat
mewujudkan kehidupan yang aman dan selamat.
Firman-Nya :
أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ
الْخَبِيرُ
“Apakah
Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui dan Dia Maha Halus lagi Maha
Mengetahui?” (QS.
al-Mulk [67]: 14)
Maka sudah jelas bahwa dengan sistem ekonomi Islam, perekonomian
akan jauh lebih stabil dan tentunya jauh lebih adil. Mudharat dan bahaya sistem
ekonomi liberal telah terbukti nyata di berbagai belahan dunia. Dengan demikian
dapat dipastikan bahwa sistem ekonomi Islam adalah solusi dan terapi mujarab
krisis ekonomi dunia serta solusi terbaik atas kegagalan ekonomi liberal untuk
kesejahteraan yang adil dan merata.
Untuk itu dalam
tulisan ini akan di muat tentang (1) Asas-asas politik ekonomi islam, (2) Kontrol
dalam ekonomi Islam dan (3) Keampuhan
sistem ekonomi islam dalam menjamin perekonomian yang adil dan bebas dari
krisis.
B.
Pembahasan
1.
Asas-Asas Politik Ekonomi Islam
Politik ekonomi Islam adalah jaminan terwujudnya
pemuasan seluruh kebutuhan pokok bagi setiap individu secara menyeluruh, dan
pemberian peluang kepada individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap
menurut kemampuannya, dengan memandangnya sebagai individu yang hidup dalam
masyarakat tertentu yang memiliki cara hidup yang khas (Riva’i, 2012:489).
Atas
dasar itu, politik ekonomi Islam bukan hanya bertujuan
meningkatkan taraf kehidupan di suatu negeri, tanpa memandang jaminan kepada
setiap individu untuk memanfaatkan penghidupan tersebut. Politik ekonomi Islam itu juga bukan sekedar
bertujuan meraih kemakmuran bagi manusia sedang mereka dibebaskan untuk
mendapatkan apa saja selama mereka mampu, tanpa memandang jaminan hak hidup
bagi setiap individu dari mereka, siapapun dia.
Politik ekonomi Islam itu tidak lain adalah solusi
bagi masalah-masalah mendasar bagi setiap individu dengan memandangnya sebagai
manusia yang hidup sesuai pola interaksi tertentu dan memberikan peluang
kepadanya untuk meningkatkan taraf hidupnya dan mewujudkan kemakmuran bagi
dirinya di dalam cara hidup yang khas. Dengan demikian, politik ekonomi Islam berbeda dengan politik ekonomi lainnya. Ketika Islam mensyariatkan hukum-hukum perekonomian bagi manusia, Islam telah menjadikan penetapan hukum itu ditujukan untuk individu.
An-Nabhani
(1996:10) menyatakan bahwa asas-asas yang membangun ekonomi Islam terdiri dari atas tiga
asas, yakni : (1)bagaimana harta diperoleh yakni menyangkut kepemilikan
(al-milkiyah), (2)bagaimana pengelolaan kepemilikan harta (tasharruf fil
milkiyah), serta (3)bagaimana distribusi kekayaan di tengah masyarakat (tauzi'ul
tsarwah bayna an-naas).
1.1 Kepemilikan (Al-Milkiyyah)
Kepemilikan
adalah izin As-Syari' (Allah SWT) untuk memanfaatkan zat (benda) tertentu. Oleh
karena itu, kepemilikan tersebut hanya ditentukan berdasarkan ketetapan dari
As-Syari' (Allah SWT) terhadap zat tersebut, serta sebab-sebab pemilikannya An-Nabhani
(1996:15).
Jika
demikian, maka pemilikan atas suatu zat tertentu, tentu bukan semata berasal
dari zat itu sendiri, ataupun dan karakter dasarnya yang memberikan manfaat
atau tidak. Akan tetapi kepemilikan tersebut berasal dari adanya izin yang
diberikan Allah SWT untuk memiliki zat tersebut, sehingga melahirkan akibatnya,
yaitu adanya pemilikan atas zat tersebut menjadi sah menurut hukum Islam.
Minuman keras dan babi, misalnya, dalam pandangan ekonomi kapitalis memang
boleh dimiliki, karena zat bendanya memberikan manfaat-manfaat.
Tetapi menurut Islam, minuman keras
dan babi tidak boleh dimiliki, karena Allah SWT tidak memberikan izin kepada
manusia untuk memilikinya. Makna Kepemilikan Kepemilikan (property), dari segi
kepemilikan itu sendiri, pada hakikatnya merupakan milik Allah SWT, dimana
Allah SWT adalah Pemilik kepemilikan tersebut sekaligus juga Allahlah sebagai
Dzat Yang memiliki kekayaan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
“Dan berikanlah kepada mereka, harta (milik)
Allah yang telah Dia berikan kepada kalian.' (QS. An-Nuur : 33)”
Oleh karena itu, harta kekayaan itu
adalah milik Allah semata. Kemudian Allah SWT telah menyerahkan harta kekayaan
kepada manusia untuk diatur dan dibagikan kepada mereka. Karena itulah maka
sebenarnya manusia telah diberi hak untuk memiliki dan menguasai harta
tersebut.
Ayat di atas menunjukkan bahwa hak
milik yang telah diserahkan kepada manusia (istikhlaf) tersebut bersifat umum
bagi setiap manusia secara keseluruhan. Sehingga manusia memiliki hak milik
tersebut bukanlah sebagai kepemilikan bersifat rill. Sebab pada dasarnya
manusia hanya diberi wewenang untuk menguasai hak milik tersebut. Oleh karena
itu agar manusia benar-benar secara riil memiliki harta kekayaan (hak milik),
maka Islam memberikan syarat yaitu harus ada izin dari Allah SWT kepada orang
tersebut untuk memiliki harta kekayaan tersebut. Oleh karena itu, harta
kekayaan tersebut hanya bisa dimiliki oleh seseorang apabila orang yang
bersangkutan mendapat izin dari Allah SWT untuk memilikinya.
1.2 Pengelolaan
Kepemilikan (at-tasharruf fi al milkiyah)
Pengelolaan
kepemilikan adalah sekumpulan tatacara (kaifiyah) --yang berupa hukum-hukum
syara'-- yang wajib dipegang seorang muslim tatkala ia memanfaatkan harta yang
dimilikinya (An-Nabhani, 1996:20).
Mengapa
seorang muslim wajib menggunakan cara-cara yang dibenarkan Asy Syari' (Allah
SWT) dalam mengelola harta miliknya? Sebab, harta dalam pandangan Islam pada
hakikatnya adalah milik Allah SWT. Maka dari itu, ketika Allah telah
menyerahkan kepada manusia untuk menguasai harta, artinya adalah hanya melalui
izin-Nya saja seorang muslim akan dinilai sah memanfaatkan harta tersebut. Izin
Allah itu terwujud dalam bentuk sekumpulan hukum-hukum syara'. Walhasil, setiap
muslim yang telah secara sah memiliki harta tertentu maka ia berhak
memanfaatkan dan mengembangkan hartanya.
Hanya
saja dalam pengelolaan harta yang telah dimilikinya tersebut seorang ia wajib
terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum syara' yang berkaitan dengan
pengelolaan kepemilikan. Secara garis besar, pengelolaan kepemilikan mencakup
dua kegiatan. Pertama, pembelanjaan harta (infaqul mal). Kedua, pengembangan
harta (tanmiyatul mal).
a. Pembelanjaan Harta Pembelanjaan
harta (infaqul mal) adalah pemberian harta tanpa adanya kompensasi (An-Nabhani,
1996:25).
Dalam
pembelanjaan harta milik individu yang ada, Islam memberikan tuntunan bahwa
harta tersebut pertama-tama haruslah dimanfaatkan untuk nafkah wajib seperti
nafkah keluarga, infak fi sabilillah, membayar zakat, dan lain-lain. Kemudian
nafkah sunnah seperti sedekah, hadiah dan lain-lain. Baru kemudian dimanfaatkan
untuk hal-hal yang mubah. Dan hendaknya harta tersebut tidak dimanfaatkan untuk
sesuatu yang terlarang seperti untuk membeli barang-barang yang haram seperti
minuman keras, babi, dan lain-lain.
b. Pengembangan Harta Pengembangan
harta (tanmiyatul mal) adalah kegiatan memperbanyak jumlah harta yang telah
dimiliki (An-Nabhani, 1996:26).
Seorang
muslim yang ingin mengembangkan harta yang telah dimiliki, wajib terikat dengan
ketentuan Islam berkaitan dengan pengembangan harta. Secara umum Islam telah
memberikan tuntunan pengembangan harta melalui cara-cara yang sah seperti
jual-beli, kerja sama syirkah yang Islami dalam bidang pertanian,
perindustrian, maupun perdagangan.
Selain
Islam juga melarang pengembangan harta yang terlarang seperti dengan jalan
aktivitas riba, judi, serta aktivitas terlarang lainnya. Pengelolaan
kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan umum (collective property) itu
adalah hak negara, karena negara adalah wakil ummat (Alma, 2009:170).
Meskipun
menyerahkan kepada negara untuk mengelolanya, namun Allah SWT telah melarang
negara untuk mengelola kepemilikan umum (collective property) tersebut dengan
jalan menyerahkan penguasaannya kepada orang tertentu. Sementara mengelola
dengan selain dengan cara tersebut diperbolehkan, asal tetap berpijak kepada
hukum-hukum yang telah dijelaskan oleh syara'. Adapun pengelolaan kepemilikan
yang berhubungan dengan kepemilikan negara (state property) dan kepemilikan
individu (private property), nampak jelas dalam hukum-hukum baitul mal serta
hukum-hukum muamalah, seperti jual-beli, gadai (rahn), dan sebagainya. As
Syari' juga telah memperbolehkan negara dan individu untuk mengelola
masing-masing kepemilikannya, dengan cara tukar menukar (mubadalah) atau
diberikan untuk orang tertentu ataupun dengan cara lain, asal tetap berpijak
kepada hukum-hukum yang telah dijelaskan oleh syara'.
1.3 Distribusi Kekayaan di Tengah-tengah Manusia
Distribusi
kekayaan termasuk masalah yang sangat penting, maka Islam memberikan berbagai
ketentuan yang berkaitan dengan hal ini. Mekanisme distribusi kekayaan terwujud
dalam sekumpulan hukum syara' yang ditetapkan untuk menjamin pemenuhan barang
dan jasa bagi setiap individu rakyat (Ahmad, 2000:165).
Mekanisme
ini dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab kepemilikan (misalnya,
bekerja) serta akad-akad muamalah yang wajar (misalnya jual-beli dan ijarah).
Namun demikian, perbedaan potensi individu dalam masalah kemampuan dan
pemenuhan terhadap suatu kebutuhan, bisa menyebabkan perbedaan distribusi
kekayaan tersebut di antara mereka. Selain itu perbedaan antara masing-masing
individu mungkin saja menyebabkan terjadinya kesalahan dalam distribusi
kekayaan. Kemudian kesalahan tersebut akan membawa konsekuensi
terdistribusikannya kekayaan kepada segelintir orang saja, sementara yang lain
kekurangan, sebagaimana yang terjadi akibat penimbunan alat tukar yang fixed,
seperti emas dan perak. Oleh karena itu, syara' melarang perputaran kekayaan
hanya di antara orang-orang kaya namun mewajibkan perputaran tersebut terjadi
di antara semua orang.
Allah SWT berfirman :
“Supaya
harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS. Al-Hasyr : 7)
Di samping itu syara' juga telah
mengharamkan penimbunan emas dan perak (harta kekayaan) meskipun zakatnya tetap
dikeluarkan.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
“Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa
yang pedih.”
(QS. At-Taubah : 34)
2.
Kontrol dalam
ekonomi Islam
Kadir
(2010:35) menyatakan bahwa dalam ekonomi Islam terdapat kontrol yang mengatur
segala ketentuan dalam bertransaksi yaitu:
a.)
Kekuasaan al-Hisbah (wilayah al-hisbah). Al-Muhtasib (hakim hisbah) melakukan kontrol terhadap pasar, timbangan,
takaran, dan penipuan di pasar dan tempat-tempat umum serta memonitor berbagai
pelanggaaran lainnya.
b.)
Kekuasaan peradilan (wilayah al-qadha`).
Peradilan menyelesaikan semua perselisihan termasuk perselisihan finansial dan ekonomi yang kadang muncul dalam muamalah keseharian masyarakat (Kadir,
2010:39).
c.)
Berbagai biro (diwan). Yaitu berbagai alat untuk mengontrol dan mengaudit aliran harta di
Baitul Mal yang terkait dengan harta zakat, harta negara, dan harta yang
termasuk kepemilikan umum. Biro tersebut menangani kontrol
terhadap pemungutan dan pembelanjaan agar setiap aliran harta terjadi pada
tempatnya secara benar.
d.)
Kekuasaan Mazhalim (wilayah al-mazhalim). Mazhalim menangani pengaduan yang diajukan untuk melawan penguasa jika mereka melakukan kezaliman terhadap rakyat dalam segala
kebijakan di segala bidang, termasuk kebijakan finansial dan ekonomi.
3.
Keampuhan sistem ekonomi islam dalam menjamin perekonomian yang
adil dan bebas dari krisis.
Sistem ekonomi Islam adalah sistem
yang mampu menjamin kehidupan ekonomi yang adil dan bebas dari krisis, meski
kapitalis tidak mengimani islam (Ahmad, 2000: 240).
Sistem ekonomi Islam telah dirancang
Allah SWT, zat maha pemberi rezeki dan sang pencipta umat manusia.. Allah Maha
Mengetahui atas apa yang menjadi masalah-masalah makhluk-Nya, apa yang
memberikan kebaikan kepada mereka, dan apa yang dapat mewujudkan kehidupan aman
dan selamat.
Firman Allah dalam surat Al-Mulk: 14
أَلَا يَعْلَمُ مَنْ
خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ
“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang
kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?”
Ayat
ini seakan-akan memperingatkan orang-orang musyrik yang tidak percaya akan
luasnya dan halusnya pengetahuan Allah SWT, bahwa Tuhan Maha Mengetahui segala
isi langit dan bumi betapapun halus dan kecilnya, betapapun jauh yang di
sembunyikan, serta mengetahui perkataan-perkataan yang kamu rahasiakan.
Dalam ekonomi Islam, dikotomi sektor moneter dan riil tidak
dikenal. Sektor moneter dalam definisi ekonomi Islam adalah mekanisme
pembiayaan transaksi atau produksi di pasar riil, sehingga jika menggunakan
istilah konvensional, maka karakteristik perekonomian Islam adalah perekonomian
riil, khususnya perdagangan. Inilah yang dianjurkan Islam,
Allah SWT Berfirman:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.” [Al-Baqarah: 275]
Ayat tersebut secara tegas membolehkan jual-beli atau perdagangan
dan mengharamkan riba. Jual beli atau perdagangan adalah kegiatan bisnis sektor
riel. Kegiatan bisnis sektor keuangan tanpa dikaitkan dengan sektor riil adalah
aktivitas ribawi yang dilarang dalam ekonomi Islam.Oleh karena keharusan
terkaitnya sektor moneter dan sektor riil, maka perbankan syari’ah
mengembangkan sistem bagi hasil, jual beli dan sewa. Dalam bagi hasil, terdapat
bisnis sektor riil yang dibiayai dengan pembagian keuntungan yang fluktuatif.
Demikian pula dalam jual beli, ada sektor riil yang mendasari kebolehan penambahan (ziyadah) dalam harta.
Dalam ekonomi Islam sistem bagi hasillah (profit and loss sharing) yang
kemudian menjadi jantung dari sektor ‘moneter’ Islam, bukan bunga. Karena
sesungguhnya, bagi hasil sebenarnya sesuai dengan iklim usaha yang memiliki kefitrahan
untung atau rugi. Tidak seperti karakteristik bunga yang memaksa agar hasil
usaha selalu positif. Islam tidak mengenal konsep time value of money, Jadi penerapan sistem bagi hasil pada
hakikatnya menjaga prinsip keadilan tetap berjalan dalam perekonomian. Karena
memang kestabilan ekonomi bersumber dari prinsip keadilan yang dipraktikkan
dalam perekonomian. Ekonomi Islam bukan saja menjanjikan kestabilan “moneter”
tetapi juga pembangunan sektor riil yang lebih kokoh. Krisis moneter yang telah
menjelma menjadi krisis multi dimensi saat ini, tak dapat diobati dengan
varibel yang menjadi sumber krisis sebelumnya, yaitu sistem bunga dan utang,
artinya tidak bisa dengan mengutak-atik suku bunga tetapi harus oleh variabel
yang jauh dari karakteristik itu, yaitu dengan sistem bagi hasil dalam dunia
perbankan dan lembaga finansial lainnya.
Ekonomi Islam sangat bertolak belakang dengan liberal kapitalis
yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggung
jawab kepada warganya serta komunis yang ekstrim, ekonomi Islam menetapkan
bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di
transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi
seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta
mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Maka,
dengan sistem ekonomi Islam, ekonomi dunia dan negara akan jauh lebih stabil
dan tentunya jauh lebih adil. Mudharat dan bahaya sistem ekonomi liberal telah
terbukti nyata di berbagai belahan dunia. Dengan demikian dapat dipastikan
bahwa sistem ekonomi Islam adalah solusi dan terapi mujarab krisis ekonomi
dunia serta solusi terbaik atas kegagalan ekonomi liberal untuk kesejahteraan
yang adil dan merata.
C.
Penutup
1.
Kesimpulan
Sistem ekonomi
Islam merupakan satu-satunya sistem yang mampu menjamin kehidupan masyarakat
untuk menikmati kehidupan yang selamat, tenteram, dan bebas dari segala krisis.
Sistem ekonomi islam sesungguhnya merupakan yang mulia bagi seluruh umat manusia,
baik muslim maupun non-muslim selama mereka hidup di bawah naungan Allah Swt. Dengan demikian tak ada solusi lain selain dengan menerapkan sistem
ekonomi islam untuk mewujudkan perekonomian yang adil dan bebas dari krisis.
Tentunya semua itu juga di dasarkan pada bukti-bukti yang telah ada sebelumnya. Bahwa sistem ekonomi
Islamlah yang mampu tahan terhadap berbagai krisis ekonomi yang sering melanda perekonomian saat ini.
2.
Saran
Sudah seyogyanya kita menjalankan sistem ekonomi Islam, kegagalan demi kegagalan sistem
ekonomi yang dibuat manusia telah terpampang nyata didepan mata. Sistem ekonomi
sosia-lis sudah hancur, sistem ekonomi kapitalis tinggal menunggu waktunya,
belumkah kita tersadar? Bahwa sistem ekonomi Islam adalahyang terbaik
bagi kita. Untuk mencapai kebahagiaan Dunia an Akhirat. Dengan ekonomi Islam
mengatasi masalah tanpa masalah.
D.
Daftar Pustaka
Ahmad,
Azhar. 2000. Asas-Asas Hukum Muamalat. Yogyakarta: UII Press.
Alma,
Bukhari. 2009. Manajemen Bisnis Syariah. Bandung: ALFABETA, CV.
Al-Quran dan Terjemahnya. 2002. Jakarta: Departemen Agama RI.
An-Nabhani.
1996. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam.
Surabaya: Risalah Gusti.
Kadir,
A. 2010. Hukum Bisnis Syariah Dalam Al-Quran. Jakarta: AMZAH.
Muhsin,
Abdul. 1985. Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam. Bandung:
PT.Insani Press.
Rivai,
Veithzal. 2012. Islamic Business And Economic Ethics. Jakarta: PT.Bumi
Aksara.
1xbet korean sportsbooks | legalbet.co.kr
BalasHapusBet on your worrione favorite sports and casino with 1xbet. Choose from more than 20 popular sports with 1xbet korean a bonus. Get an exclusive 100% bonus! 바카라 사이트