Selasa, 18 Oktober 2016

MAKALAH ETIKA BISNIS SYARIAH



MAKALAH
ETIKA BISNIS SYARIAH

NAMA            : Zulkifli Lihawa
NIM                :201510510311039
PRODI            :Ekonomi Syariah
FAKULTAS   :Agama Islam
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Rasa syukur yang dalam saya sampaikan ke hadirat Allah Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah sederhana ini dapat saya selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini membahas “Etika Bisnis Syariah”
Makalah ini dibuat dalam rangka memahamkan pembaca akan makna dari  perbedaan, dan diharapkan makalah ini dapat menambahkan semangat persatuan  bangsa, dan memberikan pemahaman akan indahnya hidup di dalam berbagai  perbedaan yang ada. Dan pada akhirnya saya meminta maaf yang sebesar-besarnya bila terdapat kesalahan, baik dalam penulisan maupun penyampaian materi, yang pada hakikatnya memeng kesalahan itu pasti diperbuat oleh manusia, sekalipun manusia tersuci sepanjang masa Rasulullah SAW. Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat. Aamiin ya Rabbal‟alamin.

Wassalamualaikum wr.wb.






Malang, 15 Desember 2015




Penulis

DAFTAR ISI




BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Seiring dengan munculnya masalah pelanggaran etika dalam bisnis menyebabkan dunia perdagangan menuntut etika dalam berbisnis segera dibenahi agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika dan tanggung jawab sosial sesuai dengan fungsinya baik secara mikro maupun makro. Dalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara, bahkan tindakan yang identik dengan kriminalpun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakkan kecendrungan tetapi sebaliknya, semakin hari semakin meningkat.
Sebagai bagian dalam masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan tersebut membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnis, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam sutu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya berlaku dalam satu Negara, tetapi meliputi berbagai Negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia ini menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha sangat jauh  tertinggal dari pertumbuhan dan perkembangan dibidang ekonomi.





1.2 RUMUSAN MASALAH

1.      Apa pengertian etika dan bisnis ?
2.      Apa peran etika dalam bisnis ?
3.      Apa fungsi etika dalam bisnis ?
4.      Bagaimana perbedaan etika bisnis protestan dan etika bisnis syariah ?
5.      Apa saja dasar etika bisnis syariah ?
6.      Apa saja prinsip dasar etika bisnis dalam islam ?
7.      Apa saja langkah-langkah menciptkan etika dalam bisnis ?

1.3 TUJUAN

1.      Untuk menjelaskan pengertian etika dan bisnis
2.      Untuk mengetahui peran etika dalam bisnis
3.      Untuk mengetahui fungsi etika dalam bisnis
4.      Untuk membedakan etika bisnis protestan dan etika bisnis syariah
5.      Untuk mengetahui dasar etika bisnis syariah
6.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip etika dalam bisnis
7.      Untuk mengetahui langkah-langkah menciptakan etika dalam bisnis


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika dan Bisnis

Etika adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana berperilaku jujur, benar dan adil. Etika merupakan cabang ilmu filsafat, mempelajari perilaku moral dan immoral, membuat pertimbangan matang yang patut dilakukan oleh seseorang kepada orang lain atau kelompok tertentu.[1]
Etika dikategorikan sebagai filsafat moral atau etika normatif. Etika adalah suatu perilaku normatif. Etika normatif mengajarkan segala sesuatu yang sebenarnya benar menurut hokum dan moralitas. Etika mengajarkan sesuatu yang salah adalah salah yang benar adalah benar. Sesuatu yang benar tidak dapat dikatakan salah dan sebaliknya.
Sedangkan bisnis sendiri yaitu sebuah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi).
Menurut Richard De George etika bisnis merupakan alat bagi para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis mereka dengan lebih bertanggung jawab secara moral. Para pemilik perusahaan mengharapkan bahkan menuntut para karyawannya bekerja dengan baik sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati, agar tidak merugikan perusahaan. Para pemilik perusahaan juga mengharapkan agar relasi bisnis mereka tidak menipu dan bekerja sesuai dengan perjanjian kerjasama yang telah disepakati.
Dengan demikian etika bisnis adalah norma norma atau kaidah etik yang dianut oleh bisnis, baik sebagai institusi atau organisasi, maupun dalam interaksi bisnisnya dengan “stakeholders”nya.
Etika bisnis merupakan etika terapan, etika bisnis juga merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar yang beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Bisnis dalam islam memposisikan pengertian bisnis yang pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah SWT.
Bisnis tidak bertujuan jangka pendek, sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawabpribadi dan social di hadap masyarakat, Negara dan Allah SWT.


2.2 Fungsi Etika Dalam Bisnis

1.      Dapat mengurangi dana yang diakibatkan dari pencegahan yang kemungkinan terjadi friksi atau perpecahan, baik dari intern perusahaan itu sendiri maupun ekstern
2.      Membangkitkan motivasi pekerja agar terus meningkat, melindungi prinsip dalam kebebasan berdagang atau berniaga, serta dapat menciptakan keunggulan dalam bersaing.
3.      Melakukan perubahan kesadaran masyarakat tentang bisnis dengan memberikan suatu pemahaman atau cara pandang baru, yakni bahwa bisnis tidak terpisah dari etika.

2.3 Peranan Etika Dalam Bisnis

Etika bisnis dalam perusahaan mempunyai peran penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai ( value-creation ) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.[2]
Peranan Etika dalam Bisnis menurut Richard De George, bila perusahaan ingin sukses atau berhasil memerlukan 3 hal pokok yaitu :
1.      Produk yang baik
2.      Managemen yang baik
3.      Memiliki Etika 
Biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang handal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Etika bisnis memang memiliki peranan penting dalam keberhasilan ataupun kegagalan sebuah usaha. Etika bisnis sangat berpengaruh besar dalam hasil suatu usaha tingkah wirausaha yang baik akan menentukan suatu usahanya tersebut dapat kearah yang berhasil atau gagal.[3]
Biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, system prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang handal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. Karena itu, tindakan perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia, individu-individulah yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan tanggung jawab moral. Individu manusia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir dari pilihan dan perilaku mereka.[4] Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan tindakan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan bertindak secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan bertindak secara bermoral. Etika bisnis mempunyai prinsip dalam kaitan ini berhubungan dengan berbagai upaya untuk menggabungkan berbagai nilai-nilai dasar (basic values) dalam perusahaan, agar berbagai aktivitas yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan.

2.4 Pengertian Etika Bisnis Menurut Hans Kung

·         Etika Global Menurut Hans Küng Ditinjau dari Perspektif Kaidah Kencana Yesus
Berbagai realita ekonomi, budaya, dan kondisi masyarakat sedang mengalami kemerosotan. Konflik antar etnis, kekerasan antar agama, kemiskinan, dan pemanasan global menjadi kenyataan yang dihadapi dunia saat ini. Apabila situasi semacam ini terus berlangsung, maka kedamaian di dunia akan punah bersamaan dengan berkembangan kebebasan dan kekuasaan tanpa batas oleh pihak-pihak tertentu. Berangkat dari realita ini, manusia berusaha untuk memperbaiki dan bahkan mencegah terjadinya kehancuran peradaban. Manusia mencoba untuk membentuk ide yang dapat menjadi landasan berperilaku dan berinteraksi dalam kelompok masyarakat. Dalam konteks inilah, etika menjadi jawaban bagi kebutuhan manusia. Etika Global menurut Hans Küng merupakan salah satu landasan etis yang dapat diterapkan dalam ruang gerak manusia di dunia. Etika Global mengusung nilai-nilai kemanusiaan yang utuh, komitmen kepada kehidupan, anti kekerasan, tata ekonomi yang adil, budaya toleransi, dan kerja sama antara laki-laki dengan perempuan. Etika Global dapat menjadi langkah awal bagi suatu komunitas untuk menciptakan budaya global yang positif, membangun serta memberdayakan masyarakat. Kerja sama untuk mewujudkan tatanan global yang lebih bernilai kemanusiaan harus dilaksanakan berdasarkan komitmen terhadap konsesus yang ada. Etika Global mencirikan minimal etik yang dapat diterima bagi semua agama. Etika Global juga mengangkat kaidah kencana yang terdapat pada masing-masing agama di dunia untuk membuktikan bahwa tidak ada perdamaian dunia tanpa perdamaian antar agama. Kaidah Kencana Yesus (Lukas 6: 31) adalah salah satu tradisi keagamaan yang dicantumkan dalam Etika Global. Penulis memakai Kaidah Kencana Yesus untuk meninjau konsep Etika Global Hans Küng. Perbedaan konteks dan motivasi kedua etika ini sangat signifikan. Kaidah Kencana Yesus berada pada situasi sosial Palestina di bawah penjajahan Roma dan budaya Yahudi. Sedangkan, Etika Global Hans Küng berangkat dari kondisi dunia yang berada pada tatanan global namun tetap memiliki banyak cabang budaya. Kaidah Kencana Yesus juga erat kaitannya dengan konsep Kerajaan Allah, sementara itu Etika Global Küng tidak mencantumkan konsep ke-Tuhan-an di dalam esensinya. Walaupun demikian, penulis menemukan bahwa meskipun Etika Global Hans Küng dan Kaidah Kencana Yesus memiliki persamaan yang substansial. Kedua konsep etika ini mengkritik ketidak-adilan, menentang budaya yang menindas nilai-nilai kemanusiaan, dan mengajak manusia untuk membangun keadilan, solidaritas, serta perdamaian bagi sesama manusia dan ciptaan Tuhan. Hubungan di antara ke dua konsep etika ini menjadi saling terkait dan melengkapi. Dengan demikian, komunitas beragama, terkhususnya umat Kristen yang mengenal ajaran Yesus Kristus, termasuk Kaidah Kencana seharusnya dapat mempraktikan Etika Global. Jika masing-masing pemeluk agama menemukan terang Etika Global dalam tiap ajaran agamanya, maka tidak mungkin bahwa Etika Global menjadi gaya hidup yang terus diduplikasi demi terciptanya perdamaian dunia.[5]

2.5 Pengertian Etika Bisnis Menurut Yusuf Qardhawi

Etika bisnis yang dikemukakan oleh Yusuf Al Qaradhawi meliputi 3
bidang :
·         bidang produksi, seorang hendaknya bekerja pada bidang
yang dihalalkan, tidak melampaui hal yang diharamkan oleh Allah, juga
memelihara sumber daya alam agar tetap terjaga keberlangsungannya.
·         dalam bidang konsumsi, seorang muslim harus membelanjakan
harta pada hal-hal yang baik, tidak bakhik serta tidak kikir. Seorang
muslim juga hendaknya hidup sederhana dan menghindari kemubaziran.
·         dalam mendistribusikan hasil produksi hendaknya seorang muslim
melandaskan kegiatannya pada nilai kebebasan yang dibingkai dalam nilai
keadilan.
Mewujudkan bisnis yang beretika berarti menjalankan suatu usaha
atau pekerjaan yang dapat menghasilkan keuntungan sesuai dengan
hukum yang telah ditetapkan oleh agama Islam.
Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara :
·         melakukan suatu rekonstruksi kesadaran baru tentang bisnis.
·         diperlukan suatu cara pandang baru dalam
melakukan kajian-kajian keilmuan tentang bisnis dan ekonomi yang lebih
berpijak pada paradigma pendekatan normatif sekaligus empirik induktif
yang mengedepankan penggalian dan pengembangan nilai-nilai, agar
dapat mengatasi perubahan dan pergeseran zaman yang semakin cepat.[6]

2.6 Perbedaan Etika Bisnis Protestan dan Syariah

1.      Etika Bisnis Protestan
Etik protestan dan semangat kapitalisme atau dalam bahasa inggris “the protestant ethic, and spirit of capitalism” karya max weber. Buku yang merupakan tesis webber ini memulai semuanya dari rasa penasaran mengenai kedadaan ekonomi yang terjadi di Negara-negara eropa seperti inggris, jerman dan prancis berbeda dengan keadaan ekonomi di Negara eropa barat lainnya, yang menjurus pada kapitalisme.
Didalam bukunya webber membandingkan katolik dengan protestan dia memnemukan perbedaan kenyakinan mengenai aspek ekonomi dalam dua agama yang tadinya adalah satu ini, dalam sebuah kasus ditemukan dalam pembagian pekerjaan  atau dalam memilih lapangaan pekerjaan. Kaum katolik lebih cenderung memilih untuk tetap bekerja dengan karya tangan mereka.sedangkan kaum protestan lebih memilih untuk posisi atas sebagai tenaga ahli dan pengisi bagian administrasi dalam sebuah pabrik dan pemilik pabrik itu sendiri. Webber menemukan bahwa dalam permasalahan tenaga ahli kaum protestan lebih unggul dibanding katolik. Kasus ini menurut webber dapat dijelaskan karena factor yang jelas yaitu factor dari kekuatan mental dan spiritual kaum protestan yang didapat dri lingkungan tempat tinggal dan lingkungan keagamaan mereka.
kaum protestan cenderung memiliki kemauan untuk menunjukan bahwa mereka yang minoritas itu menunjukan yang lebih baik.sedangkan kaum katolik itu lebih tenang, mereka kurang memiliki dorongan teman, mereka lebih memilih hidup dengan kemungkinan aman besar.[7]

2.      Etika Bisnis Syariah
Islam telah mensyariatkan etika yang rapi dalam aktivitas bisnis. Etika bisnis akan membuat masing-masing pihak merasa nyaman dan tenang, bukan saling mencurigai. Etika bisnis dalam Islam telah dituangkan dalam hukum bisnis Islam yang biasa disebut dengan muamalah. Aktivitas ekonomi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia mempunyai aturan-aturan tertentu, sebut saja aturan dalam hal jual beli (ba’iy), pinjam meminjam (ariyah), utang mengutang, berinvestasi (mudharabah), kerjasama bisnis (musyarakah), menggunakan jaminan (rahn), pengalihan utang (hiwalah) dan masih banyak jenis transaksi lainnya.

Demikian juga perbuatan yang dilarangan dalam bisnis seperti praktik riba dengan segala macam bentuknya, penipuan, ketidakjelasan (gharar), gambling (maysir) dan juga monopoli (ihtikar). Dalam hal tawar menawar jual beli, betapa indahnya jika dibungkus dengan etika bisnis. Jika seorang pedagang menjelaskan harga pokok sebuah sepatu dengan harga tertentu dan mengambil keuntungan dengan bilangan tertentu dengan mempertimbangkan biaya transportasi, sewa tempat dan seterusnya, maka tidaklah mungkin pembeli merasa keberatan dengan harga yang ditawarkan.

Dengan demikian, tidak terjadi spekulasi antara penjual dengan pembeli dalam tawar menawar, lebih dari itu terjadi hubungan persaudaraan yang indah antara penjual dan pembeli, sebab keduanya saling membutuhkan dan merasa terbantu. Bukan sebaliknya, terjadi kecurigaan dan bahkan tak jarang penipuan dalam rangka mencari keuntungan dan kesempatan.[8]

Betapa indahnya cara Rasulullah Saw. menjajakan barang dagangannya dengan memilah jenis barang berdasarkan kualitas dengan menetapkan harga sesuai dengan kualitas barang. Tidak ada kualitas dan harga barang yang ditutupi Rasulullah Saw. Semuanya berdasarkan harga yang wajar sesuai dengan kualitas barang yang biasa kita sebut dengan product liability.

Rasulullah selalu menunjukkan dan menjelaskan kualitas bahkan cacat sebuah barang yang disesuaikan dengan harga. Maka, tak heran para pembeli merasa senang dan nyaman, tak hanya itu barang dagangannya juga laku keras dan beliau meraup untung yang berlipat dengan etika dagang yang agung.

Aktivitas bisnis harus berorientasi dengan ibadah
Semua jenis transaksi dalam bisnis hendaklah didasari oleh prinsip-prinsip yang menjadi dasar dan patokan. Salah satu prinsip bisnis Islam adalah prinsip ilahiyah (prinsip ketuhanan). Prinsip ini sangat penting dalam mewarnai prilaku pelaku bisnis. Dalam Islam, semua aktivitas termasuk bisnis yang dilakukan bukan hanya pada dimensi duniawi yang berarti berkaitan dengan untung rugi saja.
Namun, lebih dari itu, hubungan bisnis dalam Islam adalah manifestasi dari ibadah kepada Allah Swt. Sudah menjadi adagium umum di masyarakat, jika tidak bisa menipu atau atau bermain “kotor” akan tersingkir dari dunia bisnis. Dengan kata lain, seorang pebisnis tidak bisa “lepas” dari prilaku kotor, tipu muslihat dan semacamnya, jika jujur maka akan terbujur.

Paradigma seperti ini tampaknya sudah menjadi “kesepakatan” masyarakat kita. Memang harus diakui karena bisnis berkaitan dengan uang maka peluang dan godaan untuk melakukan penipuan dan kebohongan sangat terbuka lebar. Karenanya, Rasulullah bersabda “pedagang yang jujur akan
Dalam hal ini, telah terjadi pemilahan orientasi seorang pedagang dengan membedakan antara kehidupan dunia dengan akhirat. Kehidupan dunia harus dikejar dengan cara-cara keduniaan, sedangkan kehidupan akhirat diperoleh dengan aktivitas ibadah dalam arti sempit (shalat, puasa, zakat dan haji).

Padahal, Islam tidak memandang aktivitas bisnis hanya dalam tataran kehidupan dunia, sebab semua aktivitas dapat bernilai ibadah jika dilandasi dengan aturan-aturan yang telah disyariatkan Allah. Dalam dimensi inilah konsep keseimbangan kehidupan manusia terjadi, yakni menempatkan aktivitas keduniaan dan keakhiratan dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Etika bisnis adalah tuntutan yang harus dilaksanakan oleh pelaku bisnis dalam menegakkan konsep keseimbangan ekonomi. Jika saja pengambilan keuntungan berlipat-lipat adalah sebuah kesepakatan pelaku ekonomi, bukankah hal ini menjadikan supply-demand tidak seimbang, pasar bisa terdistorsi dan seterusnya.

2.7 Langkah-langkah Dalam Menciptakan Etika Bisnis

1.      Pengendalian Diri
artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau keuntungan yang diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memerhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etik".
2.      Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggungjawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan dan lain-lain.
3.      Menciptakan Persaingan yang Sehat
persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya  harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
4.      Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”
5.      dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-“ekspoitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

6.      Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.

7.      Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha
untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.

2.8 4 prinsip dalam ilmu ekonomi islam yang mesti diterapkan dalam bisnis syariah

1.      Tauhid mengantarkan manusia pada pengakuan akan keesaan Allah selaku Tuhan semesta alam. Dalam kandungannya meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di ala mini besumber dan dan berakhir kepada-Nya. Dilsh pemilik mutlak atas semua yang di ciptakannya.
2.      Keseimbangan atau kesejajaran merupakan konsep yang menunjukan adanya keadilan social. yakni manusia mempunyai sesuatu potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia tidak terbatas.
3.      Kehendak bebas yakni manusia mempunyai sesuatu potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia tidak terbatas.
4.      Dan tanggung jawab terkait erat dengan tanggung jawab manusia atas segala aktifitas yang dilakukan kepada tuhan  dan juga tanggung jawab manusia kepada masyarakat. Karena manusia adalah makhluk social yang saling membutuhkan, karena manusia bergantung. Maka dari itu setiap perbuatan manusia baik atau buruknya harus di pertanggung jawabkan.




BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Di dalam persaingan dunia usaha yang sangat ketat ini, etika bisnis merupakan sebuah harga mati, yang tidak dapat ditawar lagi. Dalam zaman keterbukaan dan luasnya  informasi  saat ini, baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar dengan cepat dan luas. Memposisikan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat umum secara etis dan jujur adalah satu-satunya cara supaya dapat bertahan di dalam dunia bisnis saat ini. Ketatnya persaingan bisnis menyebabkan beberapa pelaku bisnisnya kurang memperhatikan etika dalam bisnis.
Etika bisnis mempengaruhi tingkat kepercayaan atau trust dari masing-masing elemen dalam lingkaran bisnis. Pemasok (supplier),perusahaan, dan konsumen, adalah elemen yang saling mempengaruhi. Masing-masing elemen tersebut harus menjaga etika, sehingga kepercayaan yang menjadi prinsip kerja dapat terjaga dengan baik. Etika berbisnis ini bisa dilakukan dalam segala aspek. Saling menjaga kepercayaan dalam kerjasama akan berpengaruh besar terhadap reputasi perusahaan tersebut, baik dalam lingkup mikro maupun makro.

3.2 Saran

Perlu adanya sadar diri didalam hati para pegawai didalam perusahaan yang ingin menerapkan etika didalam bisnis agar tidak adanya kecurangan atau kebohongan yang terjadi pada perusahaan itu nantinya dan perlu diterapkannya sanksi atau hukuman yang berat apabila ada salah satu pegawai yang melanggarnya, sehingga
etika di dalam bisnis pun dapat berjalan dengan baik dan lancer di perusahaan tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

A. Sonni Keraf, “Bisakah Bisnis Berjalan Tanpa Moralitas”, Basis, No 05-06, Tahun ke 46 Mei-Juni 1997, hlm. 49.
Buchari Alma, Pengantar Bisnis, Bandung: CV.Alfabeta, 1997
M. Quraish Shihab, “Etika Bisnis dalam wawasan al-Qur’an , jurnal Ulumul Qur’an No.3/VII/1997, hlm. 4.
http://www.scribd.com/doc/182499179/Etika-Bisnis-dalam-Islam-pdf#scribd


 




[1] Majid Fakhri ,Etika dalam Islam , penerjemah Zakiyuddin B (Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Pusat Studi Islam –UMS, 1996,hlm.40.
[2] http://www.academia.edu/7239153/makalah_bisnis_dalam_prespektif_Islam
[3] Ibid .,35-36

[4] Beekun, Etika,33
[5] Kung ,Global 6
[6] Qardawi, Dawr al-Qiyam, 57
[7] Rafiq Issa Beekun, Islamic Businness Ethics, Virginia : The International Institute Of Islamic Thought,1997 .
[8] Ibid 12-13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar