MAKALAH
ETIKA BISNIS SYARIAH
NAMA : Zulkifli
Lihawa
NIM :201510510311039
PRODI :Ekonomi
Syariah
FAKULTAS :Agama Islam
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Rasa syukur yang dalam saya sampaikan ke hadirat
Allah Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah sederhana ini dapat saya
selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini membahas “Etika Bisnis
Syariah”
Makalah ini dibuat dalam rangka memahamkan pembaca akan makna dari
perbedaan, dan diharapkan makalah ini dapat menambahkan semangat
persatuan bangsa, dan memberikan pemahaman akan indahnya hidup di dalam
berbagai perbedaan yang ada. Dan pada akhirnya saya meminta maaf yang
sebesar-besarnya bila terdapat kesalahan, baik dalam penulisan maupun
penyampaian materi, yang pada hakikatnya memeng kesalahan itu pasti diperbuat
oleh manusia, sekalipun manusia tersuci sepanjang masa Rasulullah SAW. Demikian
makalah ini kami buat semoga bermanfaat. Aamiin ya Rabbal‟alamin.
Wassalamualaikum wr.wb.
Malang, 15 Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Seiring dengan
munculnya masalah pelanggaran etika dalam bisnis menyebabkan dunia perdagangan
menuntut etika dalam berbisnis segera dibenahi agar tatanan ekonomi dunia
semakin membaik. Sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika dan tanggung
jawab sosial sesuai dengan fungsinya baik secara mikro maupun makro. Dalam
bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara, bahkan
tindakan yang identik dengan kriminalpun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan.
Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakkan
kecendrungan tetapi sebaliknya, semakin hari semakin meningkat.
Sebagai bagian dalam
masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata
hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan tersebut membawa
serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnis, baik etika itu antara sesama
pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung
maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu
dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam sutu pola
hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya berlaku dalam satu
Negara, tetapi meliputi berbagai Negara yang terintegrasi dalam hubungan
perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa
perkembangan dunia ini menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya,
kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha sangat jauh tertinggal dari
pertumbuhan dan perkembangan dibidang ekonomi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
pengertian etika dan bisnis ?
2.
Apa
peran etika dalam bisnis ?
3.
Apa
fungsi etika dalam bisnis ?
4.
Bagaimana
perbedaan etika bisnis protestan dan etika bisnis syariah ?
5.
Apa
saja dasar etika bisnis syariah ?
6.
Apa
saja prinsip dasar etika bisnis dalam islam ?
7.
Apa
saja langkah-langkah menciptkan etika dalam bisnis ?
1.3 TUJUAN
1.
Untuk
menjelaskan pengertian etika dan bisnis
2.
Untuk
mengetahui peran etika dalam bisnis
3.
Untuk
mengetahui fungsi etika dalam bisnis
4.
Untuk
membedakan etika bisnis protestan dan etika bisnis syariah
5.
Untuk
mengetahui dasar etika bisnis syariah
6.
Untuk
mengetahui prinsip-prinsip etika dalam bisnis
7.
Untuk
mengetahui langkah-langkah menciptakan etika dalam bisnis
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika dan Bisnis
Etika adalah sebuah
ilmu yang mempelajari bagaimana berperilaku jujur, benar dan adil. Etika
merupakan cabang ilmu filsafat, mempelajari perilaku moral dan immoral, membuat
pertimbangan matang yang patut dilakukan oleh seseorang kepada orang lain atau
kelompok tertentu.[1]
Etika dikategorikan
sebagai filsafat moral atau etika normatif. Etika adalah suatu perilaku
normatif. Etika normatif mengajarkan segala sesuatu yang sebenarnya benar
menurut hokum dan moralitas. Etika mengajarkan sesuatu yang salah adalah salah
yang benar adalah benar. Sesuatu yang benar tidak dapat dikatakan salah dan
sebaliknya.
Sedangkan bisnis
sendiri yaitu sebuah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah
melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi).
Menurut Richard De
George etika bisnis merupakan alat bagi para pelaku bisnis untuk menjalankan
bisnis mereka dengan lebih bertanggung jawab secara moral. Para pemilik
perusahaan mengharapkan bahkan menuntut para karyawannya bekerja dengan baik
sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati, agar tidak merugikan
perusahaan. Para pemilik perusahaan juga mengharapkan agar relasi bisnis mereka
tidak menipu dan bekerja sesuai dengan perjanjian kerjasama yang telah
disepakati.
Dengan demikian
etika bisnis adalah norma norma atau kaidah etik yang dianut oleh bisnis, baik
sebagai institusi atau organisasi, maupun dalam interaksi bisnisnya dengan “stakeholders”nya.
Etika bisnis
merupakan etika terapan, etika bisnis juga merupakan aplikasi pemahaman kita
tentang apa yang baik dan benar yang beragam institusi, teknologi, transaksi,
aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Bisnis dalam islam memposisikan
pengertian bisnis yang pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk mencari
keridhaan Allah SWT.
Bisnis tidak
bertujuan jangka pendek, sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawabpribadi
dan social di hadap masyarakat, Negara dan Allah SWT.
2.2 Fungsi Etika Dalam Bisnis
1.
Dapat
mengurangi dana yang diakibatkan dari pencegahan yang kemungkinan terjadi
friksi atau perpecahan, baik dari intern perusahaan itu sendiri maupun ekstern
2.
Membangkitkan
motivasi pekerja agar terus meningkat, melindungi prinsip dalam kebebasan
berdagang atau berniaga, serta dapat menciptakan keunggulan dalam bersaing.
3.
Melakukan
perubahan kesadaran masyarakat tentang bisnis dengan memberikan suatu pemahaman
atau cara pandang baru, yakni bahwa bisnis tidak terpisah dari etika.
2.3 Peranan Etika Dalam Bisnis
Etika
bisnis dalam perusahaan mempunyai peran penting, yaitu untuk membentuk suatu
perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai
kemampuan menciptakan nilai ( value-creation ) yang tinggi, diperlukan suatu
landasan yang kokoh.[2]
Peranan Etika
dalam Bisnis menurut Richard De George, bila perusahaan ingin sukses atau
berhasil memerlukan 3 hal pokok yaitu :
1.
Produk yang baik
2.
Managemen yang baik
3.
Memiliki Etika
Biasanya
dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur
yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang handal serta etika
perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Etika bisnis memang memiliki peranan penting dalam keberhasilan ataupun kegagalan sebuah usaha. Etika bisnis sangat berpengaruh besar dalam hasil suatu usaha tingkah wirausaha yang baik akan menentukan suatu usahanya tersebut dapat kearah yang berhasil atau gagal.[3]
Etika bisnis memang memiliki peranan penting dalam keberhasilan ataupun kegagalan sebuah usaha. Etika bisnis sangat berpengaruh besar dalam hasil suatu usaha tingkah wirausaha yang baik akan menentukan suatu usahanya tersebut dapat kearah yang berhasil atau gagal.[3]
Biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik,
system prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang handal
serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. Karena
itu, tindakan perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia,
individu-individulah yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral
dan tanggung jawab moral. Individu manusia bertanggung jawab atas apa yang
dilakukan perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir
dari pilihan dan perilaku mereka.[4]
Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan tindakan
yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan bertindak
secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan
bertindak secara bermoral. Etika bisnis mempunyai prinsip dalam kaitan ini
berhubungan dengan berbagai upaya untuk menggabungkan berbagai nilai-nilai
dasar (basic values) dalam perusahaan, agar berbagai aktivitas yang
dilaksanakan dapat mencapai tujuan.
2.4 Pengertian Etika Bisnis Menurut Hans Kung
·
Etika
Global Menurut Hans Küng Ditinjau dari Perspektif Kaidah Kencana Yesus
Berbagai
realita ekonomi, budaya, dan kondisi masyarakat sedang mengalami kemerosotan.
Konflik antar etnis, kekerasan antar agama, kemiskinan, dan pemanasan global
menjadi kenyataan yang dihadapi dunia saat ini. Apabila situasi semacam ini
terus berlangsung, maka kedamaian di dunia akan punah bersamaan dengan
berkembangan kebebasan dan kekuasaan tanpa batas oleh pihak-pihak tertentu.
Berangkat dari realita ini, manusia berusaha untuk memperbaiki dan bahkan
mencegah terjadinya kehancuran peradaban. Manusia mencoba untuk membentuk ide
yang dapat menjadi landasan berperilaku dan berinteraksi dalam kelompok
masyarakat. Dalam konteks inilah, etika menjadi jawaban bagi kebutuhan manusia.
Etika Global menurut Hans Küng merupakan salah satu landasan etis yang dapat
diterapkan dalam ruang gerak manusia di dunia. Etika Global mengusung
nilai-nilai kemanusiaan yang utuh, komitmen kepada kehidupan, anti kekerasan,
tata ekonomi yang adil, budaya toleransi, dan kerja sama antara laki-laki
dengan perempuan. Etika Global dapat menjadi langkah awal bagi suatu komunitas
untuk menciptakan budaya global yang positif, membangun serta memberdayakan
masyarakat. Kerja sama untuk mewujudkan tatanan global yang lebih bernilai
kemanusiaan harus dilaksanakan berdasarkan komitmen terhadap konsesus yang ada.
Etika Global mencirikan minimal etik yang dapat diterima bagi semua agama.
Etika Global juga mengangkat kaidah kencana yang terdapat pada masing-masing
agama di dunia untuk membuktikan bahwa tidak ada perdamaian dunia tanpa
perdamaian antar agama. Kaidah Kencana Yesus (Lukas 6: 31) adalah salah satu
tradisi keagamaan yang dicantumkan dalam Etika Global. Penulis memakai Kaidah
Kencana Yesus untuk meninjau konsep Etika Global Hans Küng. Perbedaan konteks
dan motivasi kedua etika ini sangat signifikan. Kaidah Kencana Yesus berada
pada situasi sosial Palestina di bawah penjajahan Roma dan budaya Yahudi.
Sedangkan, Etika Global Hans Küng berangkat dari kondisi dunia yang berada pada
tatanan global namun tetap memiliki banyak cabang budaya. Kaidah Kencana Yesus
juga erat kaitannya dengan konsep Kerajaan Allah, sementara itu Etika Global
Küng tidak mencantumkan konsep ke-Tuhan-an di dalam esensinya. Walaupun
demikian, penulis menemukan bahwa meskipun Etika Global Hans Küng dan Kaidah
Kencana Yesus memiliki persamaan yang substansial. Kedua konsep etika ini
mengkritik ketidak-adilan, menentang budaya yang menindas nilai-nilai
kemanusiaan, dan mengajak manusia untuk membangun keadilan, solidaritas, serta
perdamaian bagi sesama manusia dan ciptaan Tuhan. Hubungan di antara ke dua
konsep etika ini menjadi saling terkait dan melengkapi. Dengan demikian,
komunitas beragama, terkhususnya umat Kristen yang mengenal ajaran Yesus
Kristus, termasuk Kaidah Kencana seharusnya dapat mempraktikan Etika Global.
Jika masing-masing pemeluk agama menemukan terang Etika Global dalam tiap
ajaran agamanya, maka tidak mungkin bahwa Etika Global menjadi gaya hidup yang
terus diduplikasi demi terciptanya perdamaian dunia.[5]
2.5 Pengertian Etika Bisnis Menurut Yusuf Qardhawi
Etika bisnis yang dikemukakan oleh Yusuf Al Qaradhawi meliputi 3
bidang :
bidang :
·
bidang
produksi, seorang hendaknya bekerja pada bidang
yang dihalalkan, tidak melampaui hal yang diharamkan oleh Allah, juga
memelihara sumber daya alam agar tetap terjaga keberlangsungannya.
yang dihalalkan, tidak melampaui hal yang diharamkan oleh Allah, juga
memelihara sumber daya alam agar tetap terjaga keberlangsungannya.
·
dalam
bidang konsumsi, seorang muslim harus membelanjakan
harta pada hal-hal yang baik, tidak bakhik serta tidak kikir. Seorang
muslim juga hendaknya hidup sederhana dan menghindari kemubaziran.
harta pada hal-hal yang baik, tidak bakhik serta tidak kikir. Seorang
muslim juga hendaknya hidup sederhana dan menghindari kemubaziran.
·
dalam
mendistribusikan hasil produksi hendaknya seorang muslim
melandaskan kegiatannya pada nilai kebebasan yang dibingkai dalam nilai
keadilan.
Mewujudkan bisnis yang beretika berarti menjalankan suatu usaha
atau pekerjaan yang dapat menghasilkan keuntungan sesuai dengan
hukum yang telah ditetapkan oleh agama Islam.
melandaskan kegiatannya pada nilai kebebasan yang dibingkai dalam nilai
keadilan.
Mewujudkan bisnis yang beretika berarti menjalankan suatu usaha
atau pekerjaan yang dapat menghasilkan keuntungan sesuai dengan
hukum yang telah ditetapkan oleh agama Islam.
Upaya tersebut dapat dilakukan
dengan cara :
·
melakukan
suatu rekonstruksi kesadaran baru tentang bisnis.
·
diperlukan
suatu cara pandang baru dalam
melakukan kajian-kajian keilmuan tentang bisnis dan ekonomi yang lebih
berpijak pada paradigma pendekatan normatif sekaligus empirik induktif
yang mengedepankan penggalian dan pengembangan nilai-nilai, agar
dapat mengatasi perubahan dan pergeseran zaman yang semakin cepat.[6]
melakukan kajian-kajian keilmuan tentang bisnis dan ekonomi yang lebih
berpijak pada paradigma pendekatan normatif sekaligus empirik induktif
yang mengedepankan penggalian dan pengembangan nilai-nilai, agar
dapat mengatasi perubahan dan pergeseran zaman yang semakin cepat.[6]
2.6 Perbedaan Etika Bisnis Protestan dan Syariah
1.
Etika
Bisnis Protestan
Etik protestan dan
semangat kapitalisme atau dalam bahasa inggris “the protestant ethic, and
spirit of capitalism” karya max weber. Buku yang merupakan tesis webber ini
memulai semuanya dari rasa penasaran mengenai kedadaan ekonomi yang terjadi di
Negara-negara eropa seperti inggris, jerman dan prancis berbeda dengan keadaan
ekonomi di Negara eropa barat lainnya, yang menjurus pada kapitalisme.
Didalam bukunya
webber membandingkan katolik dengan protestan dia memnemukan perbedaan
kenyakinan mengenai aspek ekonomi dalam dua agama yang tadinya adalah satu ini,
dalam sebuah kasus ditemukan dalam pembagian pekerjaan atau dalam memilih lapangaan pekerjaan. Kaum
katolik lebih cenderung memilih untuk tetap bekerja dengan karya tangan
mereka.sedangkan kaum protestan lebih memilih untuk posisi atas sebagai tenaga
ahli dan pengisi bagian administrasi dalam sebuah pabrik dan pemilik pabrik itu
sendiri. Webber menemukan bahwa dalam permasalahan tenaga ahli kaum protestan
lebih unggul dibanding katolik. Kasus ini menurut webber dapat dijelaskan
karena factor yang jelas yaitu factor dari kekuatan mental dan spiritual kaum
protestan yang didapat dri lingkungan tempat tinggal dan lingkungan keagamaan
mereka.
kaum protestan
cenderung memiliki kemauan untuk menunjukan bahwa mereka yang minoritas itu
menunjukan yang lebih baik.sedangkan kaum katolik itu lebih tenang, mereka
kurang memiliki dorongan teman, mereka lebih memilih hidup dengan kemungkinan
aman besar.[7]
2.
Etika
Bisnis Syariah
Islam telah mensyariatkan etika yang rapi dalam aktivitas bisnis.
Etika bisnis akan membuat masing-masing pihak merasa nyaman dan tenang, bukan
saling mencurigai. Etika bisnis dalam Islam telah dituangkan dalam hukum bisnis
Islam yang biasa disebut dengan muamalah. Aktivitas ekonomi yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia mempunyai aturan-aturan tertentu, sebut
saja aturan dalam hal jual beli (ba’iy), pinjam meminjam (ariyah), utang
mengutang, berinvestasi (mudharabah), kerjasama bisnis (musyarakah),
menggunakan jaminan (rahn), pengalihan utang (hiwalah) dan masih banyak jenis
transaksi lainnya.
Demikian juga perbuatan yang dilarangan dalam bisnis seperti praktik riba dengan segala macam bentuknya, penipuan, ketidakjelasan (gharar), gambling (maysir) dan juga monopoli (ihtikar). Dalam hal tawar menawar jual beli, betapa indahnya jika dibungkus dengan etika bisnis. Jika seorang pedagang menjelaskan harga pokok sebuah sepatu dengan harga tertentu dan mengambil keuntungan dengan bilangan tertentu dengan mempertimbangkan biaya transportasi, sewa tempat dan seterusnya, maka tidaklah mungkin pembeli merasa keberatan dengan harga yang ditawarkan.
Dengan demikian, tidak terjadi spekulasi antara penjual dengan pembeli dalam tawar menawar, lebih dari itu terjadi hubungan persaudaraan yang indah antara penjual dan pembeli, sebab keduanya saling membutuhkan dan merasa terbantu. Bukan sebaliknya, terjadi kecurigaan dan bahkan tak jarang penipuan dalam rangka mencari keuntungan dan kesempatan.[8]
Betapa indahnya cara Rasulullah Saw. menjajakan barang dagangannya dengan memilah jenis barang berdasarkan kualitas dengan menetapkan harga sesuai dengan kualitas barang. Tidak ada kualitas dan harga barang yang ditutupi Rasulullah Saw. Semuanya berdasarkan harga yang wajar sesuai dengan kualitas barang yang biasa kita sebut dengan product liability.
Rasulullah selalu menunjukkan dan menjelaskan kualitas bahkan cacat sebuah barang yang disesuaikan dengan harga. Maka, tak heran para pembeli merasa senang dan nyaman, tak hanya itu barang dagangannya juga laku keras dan beliau meraup untung yang berlipat dengan etika dagang yang agung.
Aktivitas bisnis harus berorientasi dengan ibadah
Semua jenis transaksi dalam bisnis hendaklah didasari oleh prinsip-prinsip yang menjadi dasar dan patokan. Salah satu prinsip bisnis Islam adalah prinsip ilahiyah (prinsip ketuhanan). Prinsip ini sangat penting dalam mewarnai prilaku pelaku bisnis. Dalam Islam, semua aktivitas termasuk bisnis yang dilakukan bukan hanya pada dimensi duniawi yang berarti berkaitan dengan untung rugi saja.
Demikian juga perbuatan yang dilarangan dalam bisnis seperti praktik riba dengan segala macam bentuknya, penipuan, ketidakjelasan (gharar), gambling (maysir) dan juga monopoli (ihtikar). Dalam hal tawar menawar jual beli, betapa indahnya jika dibungkus dengan etika bisnis. Jika seorang pedagang menjelaskan harga pokok sebuah sepatu dengan harga tertentu dan mengambil keuntungan dengan bilangan tertentu dengan mempertimbangkan biaya transportasi, sewa tempat dan seterusnya, maka tidaklah mungkin pembeli merasa keberatan dengan harga yang ditawarkan.
Dengan demikian, tidak terjadi spekulasi antara penjual dengan pembeli dalam tawar menawar, lebih dari itu terjadi hubungan persaudaraan yang indah antara penjual dan pembeli, sebab keduanya saling membutuhkan dan merasa terbantu. Bukan sebaliknya, terjadi kecurigaan dan bahkan tak jarang penipuan dalam rangka mencari keuntungan dan kesempatan.[8]
Betapa indahnya cara Rasulullah Saw. menjajakan barang dagangannya dengan memilah jenis barang berdasarkan kualitas dengan menetapkan harga sesuai dengan kualitas barang. Tidak ada kualitas dan harga barang yang ditutupi Rasulullah Saw. Semuanya berdasarkan harga yang wajar sesuai dengan kualitas barang yang biasa kita sebut dengan product liability.
Rasulullah selalu menunjukkan dan menjelaskan kualitas bahkan cacat sebuah barang yang disesuaikan dengan harga. Maka, tak heran para pembeli merasa senang dan nyaman, tak hanya itu barang dagangannya juga laku keras dan beliau meraup untung yang berlipat dengan etika dagang yang agung.
Aktivitas bisnis harus berorientasi dengan ibadah
Semua jenis transaksi dalam bisnis hendaklah didasari oleh prinsip-prinsip yang menjadi dasar dan patokan. Salah satu prinsip bisnis Islam adalah prinsip ilahiyah (prinsip ketuhanan). Prinsip ini sangat penting dalam mewarnai prilaku pelaku bisnis. Dalam Islam, semua aktivitas termasuk bisnis yang dilakukan bukan hanya pada dimensi duniawi yang berarti berkaitan dengan untung rugi saja.
Namun, lebih dari itu, hubungan bisnis dalam Islam adalah
manifestasi dari ibadah kepada Allah Swt. Sudah menjadi adagium umum di masyarakat,
jika tidak bisa menipu atau atau bermain “kotor” akan tersingkir dari dunia
bisnis. Dengan kata lain, seorang pebisnis tidak bisa “lepas” dari prilaku
kotor, tipu muslihat dan semacamnya, jika jujur maka akan terbujur.
Paradigma seperti ini tampaknya sudah menjadi “kesepakatan” masyarakat kita. Memang harus diakui karena bisnis berkaitan dengan uang maka peluang dan godaan untuk melakukan penipuan dan kebohongan sangat terbuka lebar. Karenanya, Rasulullah bersabda “pedagang yang jujur akan
Dalam hal ini, telah terjadi pemilahan orientasi seorang pedagang dengan membedakan antara kehidupan dunia dengan akhirat. Kehidupan dunia harus dikejar dengan cara-cara keduniaan, sedangkan kehidupan akhirat diperoleh dengan aktivitas ibadah dalam arti sempit (shalat, puasa, zakat dan haji).
Padahal, Islam tidak memandang aktivitas bisnis hanya dalam tataran kehidupan dunia, sebab semua aktivitas dapat bernilai ibadah jika dilandasi dengan aturan-aturan yang telah disyariatkan Allah. Dalam dimensi inilah konsep keseimbangan kehidupan manusia terjadi, yakni menempatkan aktivitas keduniaan dan keakhiratan dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Etika bisnis adalah tuntutan yang harus dilaksanakan oleh pelaku bisnis dalam menegakkan konsep keseimbangan ekonomi. Jika saja pengambilan keuntungan berlipat-lipat adalah sebuah kesepakatan pelaku ekonomi, bukankah hal ini menjadikan supply-demand tidak seimbang, pasar bisa terdistorsi dan seterusnya.
Paradigma seperti ini tampaknya sudah menjadi “kesepakatan” masyarakat kita. Memang harus diakui karena bisnis berkaitan dengan uang maka peluang dan godaan untuk melakukan penipuan dan kebohongan sangat terbuka lebar. Karenanya, Rasulullah bersabda “pedagang yang jujur akan
Dalam hal ini, telah terjadi pemilahan orientasi seorang pedagang dengan membedakan antara kehidupan dunia dengan akhirat. Kehidupan dunia harus dikejar dengan cara-cara keduniaan, sedangkan kehidupan akhirat diperoleh dengan aktivitas ibadah dalam arti sempit (shalat, puasa, zakat dan haji).
Padahal, Islam tidak memandang aktivitas bisnis hanya dalam tataran kehidupan dunia, sebab semua aktivitas dapat bernilai ibadah jika dilandasi dengan aturan-aturan yang telah disyariatkan Allah. Dalam dimensi inilah konsep keseimbangan kehidupan manusia terjadi, yakni menempatkan aktivitas keduniaan dan keakhiratan dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Etika bisnis adalah tuntutan yang harus dilaksanakan oleh pelaku bisnis dalam menegakkan konsep keseimbangan ekonomi. Jika saja pengambilan keuntungan berlipat-lipat adalah sebuah kesepakatan pelaku ekonomi, bukankah hal ini menjadikan supply-demand tidak seimbang, pasar bisa terdistorsi dan seterusnya.
2.7 Langkah-langkah Dalam Menciptakan Etika Bisnis
1.
Pengendalian Diri
artinya,
pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak
memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku
bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau
memakan pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau keuntungan
yang diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga
harus memerhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang
"etik".
2.
Pengembangan
Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
pelaku bisnis disini
dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk
"uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks
lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk
menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus
menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan
excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan
sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggungjawab sosial bisa
dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal
pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan dan lain-lain.
3.
Menciptakan
Persaingan yang Sehat
persaingan dalam
dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan
tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat
jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah,
sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread
effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan
persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis
tersebut.
4.
Menerapkan Konsep
“Pembangunan Berkelanjutan”
5. dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat
sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-“ekspoitasi” lingkungan
dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan
dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk
memperoleh keuntungan besar.
6.
Mampu Menyatakan
yang Benar itu Benar
artinya, kalau
pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh)
karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari
“koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan
memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak
yang terkait.
7.
Menumbuhkan Sikap
Saling Percaya antar Golongan Pengusaha
untuk menciptakan
kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada sikap saling percaya (trust) antara
golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha
lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan
mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat,
saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk
berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
2.8 4 prinsip dalam ilmu ekonomi islam yang mesti diterapkan dalam bisnis syariah
1. Tauhid mengantarkan manusia pada pengakuan akan keesaan Allah selaku
Tuhan semesta alam. Dalam kandungannya meyakini bahwa segala sesuatu yang ada
di ala mini besumber dan dan berakhir kepada-Nya. Dilsh pemilik mutlak atas
semua yang di ciptakannya.
2. Keseimbangan atau kesejajaran merupakan konsep yang menunjukan adanya
keadilan social. yakni manusia mempunyai sesuatu potensi dalam menentukan
pilihan-pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia tidak terbatas.
3. Kehendak bebas yakni manusia mempunyai sesuatu potensi dalam menentukan
pilihan-pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia tidak terbatas.
4. Dan tanggung jawab terkait erat dengan tanggung jawab manusia atas
segala aktifitas yang dilakukan kepada tuhan
dan juga tanggung jawab manusia kepada masyarakat. Karena manusia adalah
makhluk social yang saling membutuhkan, karena manusia bergantung. Maka dari
itu setiap perbuatan manusia baik atau buruknya harus di pertanggung jawabkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di dalam persaingan dunia usaha yang sangat
ketat ini, etika bisnis merupakan sebuah harga mati, yang tidak dapat ditawar
lagi. Dalam zaman keterbukaan dan luasnya informasi saat ini,
baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar dengan cepat dan luas.
Memposisikan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat umum secara
etis dan jujur adalah satu-satunya cara supaya dapat bertahan di dalam dunia
bisnis saat ini. Ketatnya persaingan bisnis menyebabkan beberapa pelaku
bisnisnya kurang memperhatikan etika dalam bisnis.
Etika bisnis mempengaruhi tingkat kepercayaan
atau trust dari masing-masing elemen dalam lingkaran bisnis.
Pemasok (supplier),perusahaan, dan konsumen, adalah elemen yang saling
mempengaruhi. Masing-masing elemen tersebut harus menjaga etika, sehingga
kepercayaan yang menjadi prinsip kerja dapat terjaga dengan baik. Etika
berbisnis ini bisa dilakukan dalam segala aspek. Saling menjaga kepercayaan
dalam kerjasama akan berpengaruh besar terhadap reputasi perusahaan tersebut,
baik dalam lingkup mikro maupun makro.
3.2 Saran
Perlu adanya sadar diri didalam hati para pegawai didalam
perusahaan yang ingin menerapkan etika didalam bisnis agar tidak adanya
kecurangan atau kebohongan yang terjadi pada perusahaan itu nantinya dan perlu
diterapkannya sanksi atau hukuman yang berat apabila ada salah satu pegawai
yang melanggarnya, sehingga
etika di dalam bisnis pun dapat berjalan dengan baik dan lancer di
perusahaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
A. Sonni Keraf, “Bisakah Bisnis Berjalan Tanpa Moralitas”, Basis,
No 05-06, Tahun ke 46 Mei-Juni 1997, hlm. 49.
Buchari Alma, Pengantar Bisnis, Bandung: CV.Alfabeta, 1997
M. Quraish Shihab, “Etika Bisnis dalam wawasan al-Qur’an , jurnal
Ulumul Qur’an No.3/VII/1997, hlm. 4.
http://www.scribd.com/doc/182499179/Etika-Bisnis-dalam-Islam-pdf#scribd
[1]
Majid Fakhri ,Etika dalam Islam , penerjemah Zakiyuddin B (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar dan Pusat Studi Islam –UMS, 1996,hlm.40.
[2] http://www.academia.edu/7239153/makalah_bisnis_dalam_prespektif_Islam
[3]
Ibid .,35-36
[4]
Beekun, Etika,33
[5]
Kung ,Global 6
[6]
Qardawi, Dawr al-Qiyam, 57
[7]
Rafiq Issa Beekun, Islamic Businness Ethics, Virginia : The International
Institute Of Islamic Thought,1997 .
[8]
Ibid 12-13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar